Bukankah
kita makhluk yang lemah, fakir, lagi hina? Bukankah setiap saat kita
memiliki berbagai kebutuhan, harapan, keinginan dan cita-cita? Bukankah dalam
hidup ini berbagai ujian, tantangan dan masalah datang silih berganti? Lalu
kepada siapa kita berharap kalau bukan kepada Allah? Bukankah Allah Al
Muqtadir (Yang Maha Berkuasa)? Bukankah Allah As
Samad (Yang Menjadi Tumpuan)? Bukankah Allah Al Mujiib (Yang Maha
Mengabulkan)?
Masih
belum yakin bahwa Allah Swt Maha Mengabulkan? Mari kita buka Al-Quran. Sungguh
Al-Quran telah mengabadikan betapa doa-doa para Nabi dikabulkan oleh Allah Swt.
Hal ini diuraikan oleh Ust. Amru Khalid dalam bukunya “Ibadah Sepenuh Hati”.
Doa
Nabi Nuh as:
“Maka
Dia Mengadu kepada Tuhannya: bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan,
oleh sebab itu tolonglah aku.” (Al-Qamar:10)
Jawaban
Allah Swt atas doa Nabi Nuh as:
“Maka
Kami bukakan pintu-pintu langit dengan menurunkan air yang
tercurah. Dan kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka
bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah
ditetapkan.” (Al-Qamar:12)
Doa
Nabi Zakariya as:
“Ya
Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris
yang paling baik.” (al-Anbiya:89)
Jawaban
Allah Swt ada di ayat berikutnya:
“Maka
kami perkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan kami jadikan
istrinya dapat mengandung…”(al-Anbiya:90)
Doa
nabi Ayyub as:
“Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha
Penyayang di antara semua penyayang.”(al-Anbiya:83)
Allah
Swt memperkenankan doa nabi Ayyub as:
“Maka
Kamipun memperkenankan seruannya itu lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada
padanya. (Al Anbiya: 84)
Begitu
pula Allah telah mengabulkan doa nabi Sulaiman as dan nabi Ibrahim as:
Doa
nabi Sulaiman as:
“Ia
berkata, ‘Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang
tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Pemberi.” (Shad:35)
Doa
nabi Ibrahim as:
“Ya
Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki
dan buah-buahan kepada penduduknya…” (al-Baqarah:126)
Apakah
hanya doa para nabi yang dikabulkan oleh Allah Swt? Tidak Saudaraku. Ust. Amru
Khalid mengungkapkan hal ini. Mari kita buka kembali Al-Quran:
Iblis
berkata “Beri tangguhlah aku sampai mereka dibangkitkan.”(al-A’raf:14)
Allah
mengabulkan permintaan Iblis dan berfirman:
“Sesungguhnya
kamu termasuk yang akan diberi tangguh.”( al-A’raf: 15)
Subhanallah!
Allah ternyata tidak hanya mengabulkan doa para nabi, bahkan Allah Swt
mengabulkan doa Iblis, makhluk-Nya yang terlaknat.
Sementara
kita manusia adalah makhluk pilihan Allah, makhluk teristimewa yang diangkat
menjadi khalifah di muka bumi. Masihkah kita tidak yakin bahwa doa kita
tidak dikabulkan oleh Allah Swt?
Sungguh
Allah Maha Baik, betapa dalam sehari semalam bertaburan waktu-waktu mustajab
doa. Dua pertiga malam adalah waktu mustajab doa, waktu di antara adzan dan
iqamah adalah waktu mustajab doa, usai shalat fardhu adalah waktu
mustajab doa, juga saat bersujud kepada-Nya.. Adakah kita melewatkan
waktu-waktu mustajab ini begitu saja tanpa bermunajat kepada-Nya?
Selalu
berprasangka baiklah kepada Allah Swt, karena Allah sesuai dengan prasangka
hamba-Nya. Doa kita belum dikabulkan mungkin karena Allah Maha Mengetahui saat
yang tepat , Allah Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba-Nya, atau mungkin
Allah sangat suka mendengar rintihan doa kita… Dalam sebuah atsar disebutkan
bahwa Allah bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril! Apakah hamba-Ku berdoa
kepada-Ku?” Jibril pun menjawab,” Ya.” Allah bertanya lagi, Apakah ia menghiba
kepada-Ku?” Jibril menjawab, “Ya.” Maka Allah berfirman,”Wahai Jibril,
tangguhkanlah pengabulan permintaan hamba-Ku, sebab Aku suka mendengar
suaranya.”
Mulai
sekarang mari sempurnakan ikhtiar terbaik kita, dan jangan pernah berhenti
bermunajat kepada Allah Swt. Resapi dan rasakan betapa Allah Swt sangat dekat,
Resapi dan rasakan saat hati dan jiwa ini luruh gemetar ketika kita menyebut
nama-Nya…
Ya
Allah Yang Maha Dekat, Yang Maha Menyaksikan, Yang Maha Mendengar… Sungguh
tiada yang lebih indah selain bermunajat kepada Engkau.. Kami hamba-Mu yang
lemah, fakir, lagi hina saat ini tengah mengetuk, merintih di pintu-Mu..
Ya
Tuhan kami, ampuni kami, ampuni segala dosa dan kesalahan-kesalahan kami.
Sungguh kami memohon rahmat, karunia, dan ridha-Mu..
Ya
Allah janganlah Engkau biarkan diriku walau sekejap tanpa pertolongan-Mu,
mudahkanlah segala urusan kami, sungguh tiada daya dan upaya kecuali
karena pertolongan Engkau..
Ya
Rahman.. Ya Rahim.. Ya Mujiib.. karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan
di akhirat, sempurnakanlah bagi kami cahaya dan petunjuk-Mu, masukkan kami ke
dalam golongan orang-orang shalih yang kelak sampai di telaga Kautsar-Mu..
Duhai
Yang Menggenggam setiap hati, jadikanlah kami hamba-Mu yang senantiasa
bersyukur, jadikanlah hati kami hati yang ridha dengan segala qadha dan
qadar-Mu, jadikan kami hamba-Mu yang selalu berserah diri kepada-Mu..
SEORANG Muslim itu tidak pernah tidak bahagia,
apa pun kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hal ini karena seorang Muslim
memiliki frame berpikir tauhid dan orientasi hidup akhirat yang sangat kuat,
sehingga sangat sulit mereka lupa akan keadilan dan kasih sayang Allah terhadap
setiap hamba-hamba-Nya yang beriman.
Namun jika ada seorang Muslim mengaku
kurang bahagia, pasti ada sesuatu yang bermasalah dalam dirinya, khususnya
masalah akidah dan tauhidnya.
Mengapa seorang Muslim hidupnya
terasa sangat berat, seolah sempit dadanya, sesak nafasnya dan hidup penuh
dengan ketidakbahagiaan?
Itu bukan karena mereka benar-benar
tidak merasa bahagia, tetapi karena mereka boleh jadi tidak mengerti dan tak
mengenal Allah Subhanahu Watata’ala.
Di bawah ini adalah lima kunci
‘mengenal’ Allah Ta’ala”
Bersyukur
kepada Allah Ta’la
Bagaimana mungkin seorang Muslim itu
gelisah dan tidak bahagia hidupnya. Padahal, nikmat Allah mengalir dalam diri
dan keidupannya dengan begitu deras dan tak pernah henti.
Aid Al-Qarni dalam bukunya La
Tahzan mengingatkan,
“Ingatlah setiap nikmat yang Allah anugerahkan kepada Anda. Karena Dia telah
melipatkan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ke bawah kedua telapak kaki.”
Pesan tersebut memang patut kita
renungkan. Karena di dalam Al-Qur’an Allah juga menegaskan bahwa nikmat Allah
terhadap diri kita tak bisa dihitung jumlahnya.
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ
وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ
كَفَّارٌ
“Dan
jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS: Ibrahim [14]: 34).
Untuk itu, marilah kita berpikir dan
merenung, sungguh Allah sangat memuliakan hidup kita. Bahkan, jika kita
bersyukur sedikit saja misalnya, Allah sudah menyediakan buat kita tambahan
nikmat yang sangat luar biasa. Sebaliknya, jika kita tidak bersyukur maka
kehidupan kita akan semakin sempit, susah dan sulit.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن
شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS: Ibrahim [14]: 7)
Berprasangka
Baik pada Allah Ta’ala
Siapa di muka bumi ini orang yang hidup
tanpa masalah? Semua orang memiliki masalah, tetapi Muslim yang baik tidak akan
resah karena masalah, meskipun seolah-olah masalah itu sangat berat dan sangat
membebani kehidupannya.
Umumnya, orang sangat tidak mau dengan
yang namanya masalah. Tetapi mau tidak mau hidup pasti akan berhadapan dengan
masalah. Lantas bagaimana jika masalah itu terasa seolah sangat menyiksa? Tetap
saja berprasangka baik kepada Allah. Karena Allah mustahil menzalimi hamba-Nya.
َعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ
خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ
يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah [2]: 216).
Terus bagaimana jika ternyata doa yang
kita panjatkan kepada Allah Ta’ala seolah tak kunjung terkabulkan, tetaplah
berprasangka baik dan jangan berhenti berdoa kepada-Nya.
Syeik Ibn Atha’illah dalam kitabnya “al-Hikam” menuliskan bahwa, “Tidak sepatutnya
seorang hamba berburuk sangka kepada Allah akibat doa-doanya belum dikabulkan
oleh-Nya. Dan sebaiknya bagi hamba, yang tidak tahu apa yang akan terjadi atas
dirinya esok hari, segera melakukan introspeksi diri.”
Jika syukur dan husnudzon billah telah bisa kita lakukan, tahap
berikutnya adalah membuang jauh sifat buruk sangka terhadap sesama. Karena
buruk sangka terhadap sesama tidak memberikan dampak apa pun kecuali diri kita
akan semakin terperosok dalam keburukan-keburukan. Oleh karena itu Islam sangat
melarang umatnya memelihara sifat buruk tersebut.
“Jauhilah
oleh kalian berprasangka (kecurigaan), karena sesungguhnya prasangka itu adalah
sedusta-dustanya pembicaraan.” (HR. Bukhari).
Kemudian di dalam Al-Qur’an, Allah
menegaskan;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari pra-sangka itu adalah dosa.” (QS: Al-Hujurat [49]: 12).
Jadi, sangat rugi kalau kita sampai
membiarkan prasangka buruk bersarang dalam dada dan kepala kita. Karena selain
tidak memberi manfaat positif, tanpa kita sadari, dosa kita justru terus
bertambah dan hati kita semakin buruk serta mental kita juga akan semakin jatuh,naudzubillah.
Sebab menurut Dr. Ibrahim Elfiky dalam
bukunya “Quwwat
Al-Tafkir,” buruk sangka
(berpikir negatif) adalah candu.
“Berpikir negatif adalah penyakt yang sangat berbahaya. Ia candu seperti narkoba dan minuman keras,” tulisnya.
“Berpikir negatif adalah penyakt yang sangat berbahaya. Ia candu seperti narkoba dan minuman keras,” tulisnya.
Sabar
dalam Ikhtiar
Langkah berikutnya agar hidup kita
senantiasa bahagia adalah sabar dalam ikhtiar. Allah telah menetapkan suatu
ketetapan (hukum) dalam kehidupan ini, di antaranya adalah hukum proses. Dimana
sukses seseorang dalam hal apa pun tidak bisa dicapai secara instan, perlu
waktu, kerja keras, konsentrasi dan pengorbanan yang tidak sedikit.
Untuk itu, sabarlah dalam ikhtiar.
Jangan berpikir ingin cepat berhasil, apalagi kalau sampai menabrak rambu-rambu
syariat. Lebih baik sabar, karena kalaupun hasil belum tercapai, setidaknya
jiwa kita tenang, dan keyakinan akan pertolongan Allah akan datang semakin
kuat.
Bahkan Allah akan senantiasa menyertai
dan mencintai kita karena kesabaran kita. Umar bin Khaththab berkata, “Dengan
kesabaran, kita tau makna hidup yang baik.”
Tawakkal
kepada Allah
Akan tetapi, bagaimana jika ternyata
harapan dari upaya dan pengorbanan yang kita lakukan tidak membuahkan hasil?
Tawakkal saja kepada Allah. Karena yang paling mengerti mana yang terbaik buat hidup kita hanyalah Allah bukan diri kita sendiri. Oleh karena itu, perkuatlah ketawakkalan kita kepada Allah Ta’ala.
Tawakkal saja kepada Allah. Karena yang paling mengerti mana yang terbaik buat hidup kita hanyalah Allah bukan diri kita sendiri. Oleh karena itu, perkuatlah ketawakkalan kita kepada Allah Ta’ala.
Ibnu Hajar Al Asqolani berkata,“Tawakkal
yaitu memalingkan pandangan dari berbagai sebab setelah sebab disiapkan.”
Artinya, sebab bukanlah penentu, tetapi Allah Yang Maha Menentukan.
Dengan empat langkah tersebut, insya
Allah kita akan selamat dari tipu daya setan dalam menjalani kehidupan
sementara di dunia ini. Bahkan Allah akan senantiasa melindungi kita dan
menambah kasih sayang-Nya kepada kita bersebab kita memang berharap hanya
kepada-Nya dengan selalu bersyukur, berprasangka baik terhadap-Nya juga terhadap
sesama, bersabar dan bertawakkal